Mungkin semuanya telah mengira bahwa ke tiga prosesor ini berbeda teknologi. Prosesor i3, i5, dan i7 bahkan i9. Prosesor ini sebenarnya adalah barang yang sama. Saya akan menjelaskan prinsipnya secara sederhana.
Desain chip itu susah dan mahal. Untuk Intel sendiri, jauh lebih mudah mendesain satu chip dengan tiga macam konfigurasi dari pada mendesain tiga chip yang berbeda.
Intel memproduksi i3, i5, dan i7
berdasarkan pada desain yang sama dan ketiganya diproduksi secara
bersama-sama di pabrik silikon yang disebut FAB. Produksi microchip adalah hal
yang super-sensitif melibatkan transistor-transistor berukuran
nanometer dan memerlukan akurasi sangat tinggi sehingga kesalahan kecil saja
bisa membuat sektor-sektor tertentu pada chip tersebut meleset.
Setelah diproduksi di FAB,
chip-chip tadi akan dikirimkan ke pusat testing.
Dalam proses pengujian, akan
dilihat unit-unit atau sektor-sektor apa saja di bagian microchip yang berjalan
dan tidak berjalan atau gagal.
Persentase keberhasilan dari pengujian ini disebut dengan istilah YIELD.
Setiap sektor cacat itu akan
dinonaktifkan oleh Intel, namun hal tersebut tidak membuat prosesor jadi tidak berguna. Prosesor masih
bisa tetap berjalan meskipun
jumlah sector yang
aktif berkurang.
Misalnya prosesor A memenuhi persentase 97% yield, prosesor B memenuhi
persentase 85% yield, dan seterusnya.
Tahap berikutnya adalah tahap
pengkategorian yang disebut sebagai binning.
Setiap prosesor membawa hasil tes
masing-masing. Misalnya prosesor A punya test results tinggi, prosesor B punya
test results lebih rendah, dan hasil tes tersebut akan menjadi patokan kualitas
setiap prosesor yang keluar dari pabrik.
Selepas dari pabrik, prosesor A
dilabeli menjadi core i7,
prosesor B dilabeli core i5,
dan seterusnya.
Pada waktu memproduksi core i7, Intel tidak membuang
produk core i7 yang gagal uji
ke tong sampah, melainkan melabelinya dengan standar merk yang lebih rendah.
Hal ini tentu saja hanyalah penyederhanaan konsep, tetapi kurang lebih seperti itu.
Setidaknya ada tiga dampak dari
strategi Intel ini.
Pertama, dengan strategi ini,
Intel dapat mencegah waste dengan tidak membuang produk yang gagal
memenuhi standar. Ada batas minimum standar i7, ada batasan minimum
standar i5, dan seterusnya. Produk yang gagal memenuhi standar prosesor i7 akan
dijual sebagai i5, i3, dan seterusnya.
Apakah prosesor ini lolos
pengujian pada 4-core? Jika tidak, berarti labelnya i3.
Apakah jumlah cache aktif
memenuhi standar i7? JIka tidak tetapi masih memenuhi standar tertentu, mungkin
bisa dilabeli sebagai i5. Banyak
prosesor masih bisa dijual meskipun hasil ujinya tidak 100% sempurna.
Kedua, prosesor yang sama
(misalnya sama-sama i7) mampu mempunyai performa berbeda. Misalnya model i7
tertentu punya standar kecepatan minimum 4,6 GHz, di dalam prakteknya barangkali
ada yang berjalan di 5,0 GHz sementara itu prosesor yang modelnya sama persis
ternyata hanya berjalan di 4,7 GHz. Tidak
salah. Kedua prosesor sama-sama memenuhi standar i7 walaupun speed-nya
berbeda. Dengan demikian, membeli prosesor melibatkan faktor untung-untungan.
Ketiga, Intel dapat dengan mudah
mengubah konfigurasi atau standar prosesornya berdasarkan kebutuhan pasar.
Semisal, pasar menginginkan prosesor yang memiliki performa super tangguh, maka
Intel dapat saja mengambil persentil 2% teratas dan melabeli sebagai i9 atau i7
Super Edition, atau sejenisnya.
Demikian pula sebaliknya bagi
prosesor yang kurang tangguh, bisa saja diberi label merk baru kemudian dijual
sebagai "merk-merk ekonomis".
Dengan kata lain, i3, i5, dan i7
adalah model yang sama. Yang membedakan adalah skor hasil pengujiannya.